Sering
kali timbul pertanyaan.
bagaimana caranya
polisi bisa mengungkap pelaku kejahatan dengan berbekal sehelai rambut pelaku
atau darah yang tercecer di TKP, atau dari tetesan sperma pemerkosa yang mengering
di tubuh korban ?
Baiklah
pemirsa. Topik yg akan Maisyah bahas pada entri kali ini adalah Polymerase Chain
Reaction atau dalam bahasa
bugis disingkat dengan: PCR.
PCR atau Polymerase
Chain Reaction adalah teknik sintesisi atau amplifikasi fragmen DNA secara in vitro. PCR merupakan suatu teknik atau metode
perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme.
Dengan teknik ini, orang dapat menghasilkan DNA dalam jumlah besar dalam waktu
singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Gitu loh.
Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah
Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut.
Menurut Chainulfiffah. A, D. S.
Retnoningrum. (2003), Teknik sintesis dan amplifikasi fragmen DNA secara in
vitro yang dikenal dengan Polymerase chain reaction (PCR) merupakan salah satu
metode untuk mengidentifikasi penyakit infeksi yang baru-baru ini banyak
dikembangkan. Metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode diagnosis
konvensional seperti imunologi dan mikrobiologi.
Teknik PCR didasarkan pada amplifikasi
fragmen DNA spesifik dimana terjadi penggandaan jumlah molekul DNA pada setiap
siklusnya secara eksponensial dalam waktu yang relatif singkat. Teknik ini
sangat ideal untuk mengidentifikasi patogen dengan cepat dan akurat. Secara
umum proses ini dapat dikelompokkan dalam tiga tahap yang berurutan yaitu
denaturasi templat, annealing (penempelan) pasangan primer pada untai
tunggal DNA target dan extension (pemanjangan atau polimerisasi),
sehingga diperoleh amplifikasi DNA antara 106-109 kali (Retnoningrum 1997).
Well, menurut referensi yg Maisyah
baca, PCR
dibedakan menjadi 2. Yaitu:
1. PCR
konvensional
2. n Real Time PCR
PCRkonvensional
PCR konvensional adalah PCR dimana tahap perbanyakan materi genetik dan tahap deteksi produk PCR dilakukan secara berturut-turut, yaitu tahap deteksi dilakukan bila tahap perbanyakan materi genetik telah selesai. Tahap deteksi dapat dilakukan dengan beberapa cara (format), salah satunya menggunakan elektroforesis gel kemudian dilanjutkan dengan hibridisasi pada membran menggunakan reagen pelacak atau hibridisasi dalam tabung reaksi. Jika yang diekstraksi adalah materi genetik berupa DNA maka DNA dapat langsung diperbanyak, tetapi jika yang diisolasi berupa RNA, maka diperlukan tahap tambahan untuk mengubah RNA menjadi DNA yaitu tahap transkripsi balik. Dalam hal ini, metode yang digunakan disebut RT-PCR (reverse-transcription PCR). Tahapan dalam PCR dan RT-PCR konvensional dengan format deteksinya dapat dilihat pada gambar di atas.
Real-timePCR.
Berbeda dengan PCR konvensioal, pada real-time PCR tahap deteksi dan tahap penggandaan materi genetik dilakukan secara bersamaan (simultan). Hal ini menawarkan beberapa keunggulan yaitu: deteksi produk PCR dilakukan pada fase eksponensial sehingga hasil yang diperoleh berada pada rentang daerah dengan presisi hasil tinggi. Selain itu, deteksi dilakukan menggunakan pelacak bertanda fluoresense. Pelacak adalah reagen yang menentukan kespesifikan hasil. Penggunaan fluoresense dalam tahap deteksi menawarkan sensitivitas yang tinggi. Dengan demikian, real time PCR menawarkan sensitivitas yang tinggi dan rentang linearitas yang cukup luas sehingga hasil penentuan kandungan DNA atau RNA di dalam spesimen menjadi sangat akurat. Contoh produk komersial yang menggunakan real time PCR yaitu Cobas Taqman.
Okelah klo begitu. Stelah mengetahui
jenis PCR, yuk mari kita mulai membahas mengenai mekanisme PCR.
PCR terdiri atas beberapa siklus yang
berulang-ulang, biasanya 20 sampai 40 siklus. Pada setiap siklus DNA polymerase
akan menggandakan DNA sebanyak 2 kali, maka secara matematis salinan utas ganda
DNA yang akan dihasilkan setelah 30 siklus adalah 2 pangkat 30 yaitu
1.073.741.824 kali, seperti terlihat pada gambar berikut ini:
Gambar Siklus berulang pada proses PCR (Sumber: http://users.ugent.be/~avierstr/principles/pcrcopies.gif)
Setiap siklus terdiri dari tiga tahap
seperti tersaji pada gambar 3, yaitu : │
Pertama, tahap peleburan (melting)
atau denaturasi. Berlangsung pada suhu tinggi, 94–96°C yang menyebabkan ikatan
hidrogen DNA terputus atau denaturasi dan DNA menjadi berberkas tunggal.
Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5 menit)
untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak
stabil dan siap menjadi templat ("patokan") bagi primer. Durasi tahap
ini 1–2 menit. Tahap Kedua, penempelan atau annealing. Primer
menempel pada bagian DNA templat yang komplementer urutan basanya. Ini
dilakukan pada suhu antara 45–60°C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang
tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau
primer menempel di sembarang tempat.
Sedangkan tahap ketiga yaitu tahap pemanjangan atau elongasi. Enzim yang
berperan adalah Taq-polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 76°C
selama 1 menit. Setelah tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1.
Menurut Haliman dan Adijaya (2005),
secara umum uji PCR di laboratorium dilakukan dengan tahapan-tahapan
diantaranya:
1. DNA dari sel-sel sampel
diekstraksi dengan larutan lysis buffer (IQ2000TM). Lysis buffer (IQ2000TM)
juga berfungsi untuk mengamankan hasil ekstraksi dari kerusakan akibat kerja
enzim dNase. Hasil ekstraksi DNA di-sentrifus hingga diperoleh butiran atau
pelet DNA. Sementara untuk mengekstraksi RNA digunakan RNA ekstraction solution
(IQ2000TM). RNA ekstraction solution (IQ2000TM) juga berfungsi mengamankan RNA
dari kerusakan akibat kerja enzim rNase.
2. Hasil ekstraksi DNA pada tahap pertama digandakan dengan bantuan enzim-enzim yang dikenal sebagai primer. Satu jenis primer bertanggung jawab atas penggandaan satu jenis DNA tertentu sehingga primer satu jenis virus hanya dapat digunakan untuk deteksi virus tersebut saja. Proses penggandaan ini dikenal sebagai proses amplifikasi. Proses tersebut dilakukan pada kondisi suhu dan siklus penggandaan tertentu, yang dapat diatur pada mesin PCR (thermocycle). Proses ini disebut dengan reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction, PCR) karena merupakan siklus penggandaan yang berulang sehingga kegiatan ini seolah-olah merupakan suatu proses reaksi berantai, atau TBE, DNA yang telah diklon pada tahap kedua dimasukkan ke dalam lubang-lubang kecil yang terdapat pada lempengan agar agarose 2%. Hasil proses elektroforesis akan menampilkan pita-pita DNA yang letaknya tersebar, tergantung pada berat molekulnya. Pita-pita DNA kemudian dibandingkan dengan posisi pita-pita pada lajur penanda DNA (DNA marker). Dari hasil proses elektroforesis ini dapat disimpulkan status sampel, terinfeksi virus atau bebas dari virus.
Keberhasilan pengujian sampel dengan metode PCR dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti faktor kontaminasi silang, umur reagen atau enzim yang dipakai, jumlah enzim yang dipakai, ketelitian saat poses ekstraksi, serta kondisi larutan buffer dan larutan etidium bromida yang dipakai. Agar kontaminasi silang dapat dihindarkan, sebaiknya operator pengujian PCR harus benar-benar terlatih dan teliti (Haliman dan Adijaya, 2005).
Kegunaan PCR
PCR banyak digunakan untuk berbagai
tujuan, misalnya mendiagnosis penyakit keturunan (penyakit genetik), mendeteksi
keberadaan penyebab penyakit infeksi seperti bakteri dan virus, mempelajari
evolusi manusia, forensik dan lain sebagainya. Polymerase Chain Reaction atau
sering disingkat sebagai PCR adalah suatu teknik perbanyakan materi genetik
baik DNA yang terdapat pada kebanyakan mikroorganisme penyebab penyakit maupun
RNA yang terdapat pada virus tertentu seperti virus imunodefisiensi manusia
(HIV, penyebab AIDS) dan virus hepatitis C (HCV, penyebab hepatitis C). Karena
kemampuan PCR untuk memperbanyak jumlah materi genetik sangat tinggi, maka PCR
dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan materi genetik dengan jumlah sangat
rendah dalam suatu spesimen atau sampel. PCR terdiri atas beberapa siklus
dimana pada setiap siklus terjadi penggandaan materi genetik dan jika siklus
ini dilakukan berulang-ulang, maka materi genetik yang diperoleh akan menjadi
banyak sehingga mempermudah deteksi keberadaannya. Secara umum, PCR dilakukan
sebanyak 25 – 35 siklus
0 komentar:
Posting Komentar